Belfakir menolak untuk melepaskan hijabnya dan meninggalkan ruang sidang. Belfakir menyatakan bahwa hakim tersebut tidak berbicara soal hukum, tetapi tentang budaya. Belfakir juga menyangkal hal tersebut karena masalah keamanan. Koordinator Komunitas Islam Bologna Yasin Lafram mengatakan tak ada undang-undang yang melarang penggunaan hijab di ruang siding.Oleh karena itu, menurutnya hakim telah bersikap “semena-mena”. Asosiasi Pengacara Muda Italia juga menunjukan sikap solidaritas terhadap Belfakir, karena sikap hakim tidak dapat diterima dan bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusional,” . Warga Italia dan Turki pun memberikan dukungan kepada Belfakir. Peristiwa tersebut mendapat reaksi besar di media sosial. Beberapa pengguna media sosial mengkritik sikap tak menghormati perbedaan budaya dan kepercayaan yang dilakukan hakim tersebut. Agaknya perlakuan diskriminatif di negara tersebut tak hanya kali ini terjadi, beberapa waktu yang lalu, seorang mahasiswi asal Indonesia mendapatkan pengalaman tidak menyenangkan usai pergi berlibur ke Roma, Italia. Perlakuan petugas bandara saat akan kembali ke London, di mana dia menjalani kuliah, membuatnya merasa tidak nyaman. Para petugas tersebut memaksanya melepaskan jilbab yang dikenakannya. Dia menolak, karena tidak ada aturan yang menyebutkan seseorang untuk diperiksa dengan melepaskan penutup kepala miliknya. Di saat bersamaan, dia justru melihat dua biarawati melenggang begitu saja tanpa diperiksa. Menanggapi kejadian yang menimpa Aghnia, Duta Besar Indonesia untuk Italia, Esti Andayani mengatakan, itu merupakan standar keamanan yang diterapkan di Italia. Bukan tindakan diskriminatif terhadap agama tertentu. Hal itu bukan sesuatu yang diskriminatif, namun standar umum di Italia. Ketika kebudayaan yang diskriminatif merasuk ke sistem peradilan tentu akan dirasa tidak objektif. Apalagi seorang hakim adalah pejabat yang memimpin persidangan. Ia yang memutuskan hukuman bagi pihak yang dituntut. Hakim harus dihormati di ruang pengadilan dan pelanggaran akan hal ini dapat menyebabkan hukuman.
Thursday, November 22, 2018
Apa itu Hakim
Ada kejadian aneh yang melibatkan di Italia. Seorang hakim membebaskan pelaku pemerkosaan karena korbannya dianggap menikmati pemerkosaan tersebut. Dalam sebuah pengadilan atas kasus pemerkosaan yang dia pimpin, dia menyatakan tidak bersalah pada si pelaku pemerkosaan. Alasannya karena korban, sama sekali tidak berteriak ketika kejadian keji itu berlangsung. Jelas, hal ini membuat masyarakat, mengecam dan mengutuki keputusan hakim yang dinilai tidak masuk akal tersebut. Menteri Kehakiman Italia pun langsung menyuruh jajarannya untuk mengusut ulang kasus tersebut. Ketika seseorang merasakan sakit yang begitu hebat, dia tidak akan bisa berteriak lantang, mungkin ini yang harus diketahui hakim tersebut. Normalnya orang berteriak untuk meredakan nyeri dan mengalihkan rasa sakit yang dialaminya. Tapi ketika sakit yang dirasakan terlalu, tanpa ada tindakan untuk mengurangi rasa sakit tersebut, seseorang tidak akan bisa melakukan apapun, kecuali menangis menahan sakit. Mungkin hal inilah yang dialami oleh korban dalam kasus pemerkosaan di Italia pada Februari lalu itu. Karena saking sakit dan sedih, dia tak bisa berbuat apa-apa selain menangis dan pasrah. Dari fakta medis tersebut, jelas keputusan hakim untuk membebaskan pelaku karena korban tidak berteriak adalah keputusan konyol. Logika hukum bahwa kenikmatan bisa ditandai dari tidak adanya teriakan sudah jelas adalah sebuah logika yang keliru dan salah kaprah. Masih dari Italia, seorang pengacara wanita asal Maroko dikeluarkan hakim dari ruang sidang karena menggunakan hijab saat mengikuti persidangan di pengadilan daerah Bologna. Hakim yang tengah bertugas, Giancarlo Mozzarelli, meminta pengacara tersebut yang bernama Belfakir, melepaskan hijabnya saat persidangan. Jika tidak, maka Belfakir akan dikeluarkan dari ruang sidang.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment